Makna angka 11 menjadi salah satu inspirasi pembuatan bola tersebut. Kebetulan, di Afsel ada 11 suku dan 11 bahasa resmi. Selain itu, angka 11 merupakan jumlah pemain dalam setiap tim. Maka, desain bola ini tak jauh-jauh dari filosofi angka tersebut.
Maka, bola itu memiliki 11 warna. Warna-warna cerah penuh semangat dari Afsel sangat dominan dalam bola tersebut.
Ada gambar segitiga yang terispirasi dari figur luar Stadion Johannesburg's Soccer City. Masing-masing elemen desain tersebut menampilkan warna cerah Afsel.
""Bola itu dibuat dengan teknologi mutakhir dengan profil 'Grip 'n Groove' yang dikembangkan baru-baru ini. Teknologi ini membuat bola sangat imbang, mampu melesat dengan baik dan mudah digunakan untuk dribel. Bahkan, bola ini tak terpengaruh cuaca. Ditendang akan terasa sama saja baik dalam keadaan kering atau saat hujan," jelas Monica Ang, Brand Communication Manager Adidias Indonesia, di Jakarta, Jumat (4/12).
Menurut Monica Ang, Jabulani sudah diuji di laboratorium Adidas di Scheinfeld, Jerman. Selain itu, pengujian juga dilakukan di beberapa tempat oleh pemain-emain profesional di Universitas Loughborough Inggris, AC Milan, Bayern Muenchen, Orlando Pirates, dan Ajax Cape Town.
Jabulani merupakan bola ke-11 Adidas yang dipakai untuk Piala Dunia. Sepuluh bola sebelumnya adalah The Telstar (Piala Dunia 1970), The Telstar Durlast (Piala Dunia 1974, The Tango (Piala Dunia 1978), The Espana (Piala Dunia 1982), Azteca (Piala Duia 1986), Etusco Unico (Piala Dunia 1990), Questra (Piala Dunia 1994), Tricolore (Piala Dunia 1998), Fevernova (Piala Dunia 2002), dan Teamgeist (Piala Dunia 2006).
Kontroversi Jabulani
Mengapa bisa demikian? Kenapa penjaga gawang kaliber dunia melakukan kesalahan fatal seperti itu? Sungguh memalukan. Seharusnya para kiper itu mencuci tangan yang bersih sebelum berlaga. Demikianlah antara lain celotehan para bola mania yang menyaksikan blunder yang dilakukan beberapa kiper di arena Piala Dunia 2010, yang untuk pertama kalinya digelar di Benua Afrika, tepatnya di Afrika Selatan. Tempat baru pasti menghadirkan suasana dan warna baru, terma-suk blunder baru.
Olok-olok paling awal dan menyakitkan mengarah kepada penjaga gawang Inggris, Robert Green. Berkat keku-rangjcilan dan kurang lengketnya menangkap si kulit bundar, Green melakukan blunder sehingga terciptalah gol balasan Amerika Serikat. Buyarlah harapan Inggris untuk meme-tik kemenangan di laga awal.
Bola yang ditembakkan oleh Clint Dempsey pada menit ke-40 sebenarnya sudah diantisipasi dengan baik oleh Green. Namun, entah mengapa, bola tersebut lepas dan malah mengarah ke gawang-nya. Jadilah Green menyesal setengah mati. Blunder lainnya dilakukan kiper Aljazair, Faouzi Chaouchi, yang memberi Slovenia kemenangan dalam pertandingan pertama Grup C. Hal yang serupa tapi tak sama juga dialami kiper Paraguay saat melawan Italia.
Banyak yang bisa menerima kesalahan besar itu. Namun, ada juga yang tidak mau tahu dengan tetap mengecam sang kiper sebagai pembuat malapetaka. "Kesalahan-kesalahan seperti itu bisa terjadi pada setiap pemain. Dari sudut pandang kami, dia dimaafkan saat itu juga, bahkan sebelum dia minta maaf," kalakapten tim Aljazair, Antar.
Dalam penyesalan dan kemudian dalam perenungan untuk memperbaiki kesalahan, tidak jarang terbersit untuk mencari kambing hitam. Banyak pihak yang kini menguak kembali ketidakberesan bola resmi Piala Dunia 2010 bernama Jabulani. Pasalnya, sejak awal, Jabulani sudah mengundang kontroversi.
Bahkan beberapa pemain dan pelatih mengecam bola tersebut. Antam yang menurunkan artikel berjudul "Jabulani, Jangan Menggigit Lidah Sendiri" oleh AA Ariwibo-wo dipaparkan, empat pelatih angkat bicara bagaikan paduan suara di katedral bola. Pelatih Belanda, Bert van Mar-wijk, mengatakan, timnya piawai mencetak gol dari tendangan bebas. Sayangnya, hal itu muskil terjadi akibat buruknya kualitas bola resmf Piala Dunia 2010 atau Jabu-lant
Setali tiga uang, pelatih tim Samba, Carlos Dunga, melontarkan bogem mentah opini kepada Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke atas performa Jabulani. "Yang perlu ia (Valcke) lakukan hanya bermain. Jika ia bermain, ia pasti akan punya pendapat yang berbeda," tutur Dunga.
Dunga terlihat berang. "Orang itu tidak pernah menginjak lapangan, tidak pernah menendang bola, satu-satunya keterampilan yang ia tahu adalah berbicara. Tempatkan dia di lapangan untuk bermain, datang dan berlatih bersama kami dengan bola ini, dan setelah itu kita "bisa bicara," ujar pelatih yang membawa Brasil meraih gelar di Piala Dunia 1994.
Sejumlah pemain berkomentar negatif atas Jabulani. Penyerang Brasil, Luis Fabia-no, mengatakan, bola itu tampak aneh, .sementara penjaga gawang Julio Cesar menyebutnya sebagai "mengerikan" lantaran mirip-mirip bola murahan yang banyak dijual di pasar.
Tidak ketinggalan bek Serbia, .Nemanja Vidic, yang menyebut Jabulani merepotkan pemain di semua posisi. Seharusnya hal tersebut tak menjadi alasan ketika sebuah tim kebobolan.
Orang sudah menyatakan pendapat mereka mengenai Jabulani. "Aku sendiri akan mengatakan bahwa bola ini menyulitkan pemain depan dan para bek. Yang bisa ku-katakan adalah bahwa hal itu berlaku untuk semua orang," ujarnya.
Amat menarik untuk menyaksikan warna-warna pertandingan Piala Dunia berikutnya. Dari sini pula akan terlihat, si pemain yang memang tidak sigap dan piawai ataukah si kulit bundar yang memang tidak layak.