Jati Diri Gamer Tanah Air


Kehadiran Nusantara Online sebagai game yang berkisah tentang kerajaan-kerajaan di Tanah Air bisa dibilang menantang arus. Sebab mereka harus mendobrak dominasi game-game asing yang sudah lebih dulu mencekoki gamer lokal dengan cerita fantasinya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah game MMORPG pertama buatan Indonesia ini bisa menangguk sukses? Pembuatnya menjawab optimistis tantangan tersebut. Kuncinya, jati diri rakyat Indonesia tak bisa dihilangkan meski sudah mengkonsumsi berbagai produk asing.

Sigit Widodo, PT Nusantara Wahana Komunika selaku publisher game ini menuturkan, sejak awal dalam penggarapan Nusantara Online, pihaknya sudah disangsikan akan berhasil oleh beberapa pihak.

"Banyak yang bilang gak akan laku, lebih baik bikin game fantasi saja atau membeli lisensi game Korea, pasti lebih mudah laku," ujarnya ketika ditemui di mal Artha Gading, Jakarta.

Pun demikian, lanjut Sigit, ia dan timnya punya idealisme sendiri. Yakni untuk menjaga sejarah dan kebudayaan Indonesia, jangan sampai hilang seiring serbuan konten-konten asing.

"Tapi kita juga telah melakukan riset secara bisnis, dan ada pasar yang menanti game dengan cerita-cerita Indonesia. Dan saat ini alternatif itu belum ada. Makanya kita berani mengeluarkan anggaran sampai Rp 4 miliar sejak dari pengembangan," ujarnya.

"Kita optimistis game ini akan diterima oleh pasar. Sejak dikenalkan kepada publik, setiap hari ada puluhan email dan komentar di Facebook yang menanyakan perkembangan game ini. Kami yakin, karakter dan jalan cerita yang asli Indonesia akan dengan mudah diterima oleh masyarakat, termasuk generasi muda," lanjut Sigit.

Optimisme serupa juga dihembuskan I Made Wiryana yang turut serta dalam pengujian Nusantara Online. Menurutnya, setiap orang itu suatu saat akan kembali kepada jati diri alias asal usulnya.

Misalnya, beberapa tahun lalu baju batik identik hanya dipakai untuk datang ke suatu acara perkawinan. Namun kini, batik banyak digunakan di dunia perkantoran. Jadi pelan-pelan, masyarakat kembali ke nilai-nilai tradisionalnya.

"Begitu pula dengan dunia game, selama ini gamer Indonesia memang menggemari game buatan asing. Namun saya yakin 1, 2, atau 3 tahun lagi mereka akan kembali mencari game lokal," tukasnya.

Teknologi Bukan Utama

Masih kalahnya teknologi animasi yang diusung game lokal dibandingkan buatan studio asing juga dianggap tak terlalu memiliki peran penting.

Made mengatakan, beberapa waktu lalu Nusantara Online pernah dikomentari oleh seorang profesor game dari Tokyo. Profesor itu lalu mengatakan bahwa game ini memiliki potensi karena memiliki cerita dan karakter yang kuat.

"Jadi teknologi kita memang kalah, tapi di game itu bukan yang utama. Kita memiliki kelebihan dari karakter, desain, dan kedekatan dengan publik dari game ini," tandas Made.

"Selain itu, kalau kita menggunakan game dengan animasi grafis yang tinggi sekalipun itu akan percuma. Sebab di Indonesia masih terhadang koneksi internet yang terbatas," pungkasnya. "Detik

Like Folder